Foto saya
Saya asal Bandung, domisili Jakarta. Blog ini berisi tentang kehidupan, bisnis, dll. Email:agam616@yahoo.com

29.4.08

Detachment, by Fauzi Rachmanto

ketika blogroll ke blognya, mr yoyox bilang :

"Pembaca, ini adalah tulisan dari rekan TDA, Fauzi Rachmanto, sang Guru. Sangat-sangat bermanfa'at. Sampai saya contek disini karena rasanya "nendang" banget... hehehe dan saya yakin, banyak yang merasa "ketendang"...... "

Ya! saya termasuk yg "ketendang" dan sekaligus mendapat pencerahan....

Detachment


"Habis Gue …. " Demikian ungkap salah seorang teman saya sambil tertunduk lesu. Maklum, usaha nya sedang mengalami banyak cobaan. Saya bertanya, "Yang habis, Lu apa bisnis Lu?". Teman tadi langsung menjawab galak "Apa beda nya … !!". Ya, apa beda nya? Bagi seorang pengusaha, apalagi kelas pemula seperti kami, memang sulit memisahkan antara kami sebagai pemilik bisnis, dengan bisnis yang kami kelola. Bisnis yang kami bangun adalah mimpi yang dari nol kami perjuangkan mati-matian. Kami bukan hanya sebagai pemilik, namun juga sekaligus tenaga penjualan, bagian delivery, pelayanan pelanggan, hingga bagian keuangan. Dari bangun tidur sampai tidur lagi hanya bisnis ini yang kita pikirkan dan kerjakan. Bagaimana mungkin memisahkan kami dengan bisnis kami?

Demikian melekatnya sang pemilik bisnis kepada usahanya. Umumnya yang paling gampang dilihat adalah, uang bisnis adalah uang pemilik, utang bisnis pun adalah utang pemilik. Makanya tidak heran, ketika usaha nya sedang sehat pemilik ikut sehat, namun sebaliknya ketika usahanya sakit, pemiliknya ikutan sakit. Nah ini yang jadi sedikit merepotkan. Karena memang yang namanya bisnis, fluktuasi sering terjadi. Akhirnya, jika maksud menjalankan bisnis sendiri adalah untuk mencapai kebebasan waktu, kebebasan keuangan, bebas dari stress pekerjaan, dsb. Akhirnya malah tidak bebas waktu, tidak bebas keuangan, bahkan hidup menjadi "stress-full".
Tentu bukan hal seperti itu yang kita inginkan. Bisnis seharusnya justru mencerahkan dan membawa kebahagiaan. Dalam hal ini ada satu prinsip dasar dalam mengelola bisnis dengan bebas-stress yang sering dilupakan, yaitu prinsip "bebas dari keterikatan" (detachment).
Anda Bukan Bisnis Anda
Ini prinsip dasar yang harus Anda pegang. Bahwa Anda bukanlah bisnis Anda. Anda juga bukan pekerjaan Anda. Mengidentifikasikan diri Anda dengan bisnis atau pekerjaan Anda seperti mengidentifikasikan pemain sepak bola dengan seragam tim-nya. Seragam tim bisa berganti-ganti, namun seorang pemain bola yang baik akan selalu menjadi pemain bola yang baik. Demikian pula diri Anda yang sejati adalah mulia, bahagia dan berkelimpahan. Bisnis hanyalah salah satu sarana untuk mengalami keberlimpahan Anda. Bisnis bisa naik dan turun, bisa rame bisa sepi, bisa datang dan pergi. Namun diri Anda yang sejatinya selalu berbahagia dan berkelimpahan itu, tidak akan pernah tergoyahkan.
Lihatlah para konglomerat yang bisnisnya babak-belur selama krisis moneter. Bisnisnya bisa bangkrut, disita bank, dilikuidasi, dsb. Namun mereka tidak pernah "habis". Karena mereka bukanlah bisnis mereka. Mereka sudah mengenali diri mereka yang sejati. Yang tidak tergoyahkan, dan mampu bangkit memulai bisnis yang lain lagi.
Menjaga Jarak
Menjaga jarak dengan bisnis Anda merupakan dasar untuk selalu bersikap obyektif. Karena sangat terlibat dan melekat dengan bisnis, seringkali kita sebagai pemilik usaha sulit bersikap obyektif terutama ketika masalah membelit bisnis kita. Misalnya, jumlah hutang yang sudah tidak masuk akal dibanding dengan hasil usaha, kita justifikasi dengan "kalau mau sukses ya harus berani berhutang". Dan ketika masalah terjadi, tiba-tiba saja kita tidak sanggup lagi mengurai benang kusut, dari mana mulai nya dan bagaimana nanti ujungnya. Karena subyektif, biasanya yang dikemukakan adalah opini dan ungkapan emosional. Misalnya, bahwa "ini perlu untuk usaha", "kalau mau sukses ya harus siap berkorban", dsb. Dan bukan fakta-fakta obyektif yang dapat menyelamatkan usaha Anda. Bahkan ada teman saya yang nyata-nyata usaha nya merugi dan aktifitasnya menggerus cash-flow setiap bulan, masih melakukan hal yang sama tanpa upaya perbaikan. "This is my way ...!" demikian kalau
diingatkan.
Dengan menjaga jarak, kita mengamati usaha kita sebagai orang lain. Bayangkan saja kita adalah orang lain yang sedang melihat fakta-fakta usaha secara obyektif. Berapa revenue nya, berapa besar cost nya, berapa profit nya, berapa kewajiban hutangnya, berapa prospek yang datang per bulan, berapa customer yang dapat di tangani per bulan, dst. Dari fakta-fakta obyektif tadi akan lebih mudah bagi kita untuk merencanakan perubahan, pertumbuhan usaha, ataupun penyelesaian masalah.
It's Just a Business
Pada akhirnya, ... ini hanya bisnis kok. Hanya alat bagi kita untuk memberi dan menerima di dunia yang fana ini. Anda tidak perlu meratapi ketika ia pergi. Tidak perlu juga pongah dan menepuk dada ketika dia datang. Mirip permainan. Tidak perlu nangis garuk-garuk aspal kalau kalah, tidak perlu juga terbahak-bahak sampai lemas kalau menang. Hanya bisnis saja. Jadi kalah atau menang bersikap biasa-biasa saja. Hari ini kalah, besok masih bisa menang di permainan yg lain. Bisnis adalah permainan yang luar biasa mengasyikkan, apalagi jika dijalani dengan prinsip yang bebas stress. Jadi, tunggu apa lagi: Ayo main yang bagus !! (FR)

Fauzi Rachmanto

Lanjutkan......

15.4.08

Asa-ku

Seringkali perasaan gusar goda Aku tuk cepat pergi.
Pergi dari rutinitas lelahkan jiwa raga.
Rutinitas layani BOSS.

Akan ku-gunakan segala daya raih asa-ku
Akan ku-curahkan isi kepala raup harap-ku.
Akan ku-torehkan sejarah tentang hasrat-ku.

asa
harap
hasrat

menjadi BOSS.





Lanjutkan......

8.4.08

Hikmah eMeLeM (1)

Bisnis eMeLeM memang sangat menarik,menggiurkan dan menjanjikan. Dulu saya termasuk pelajar nomaden dari sekolah-sekolah bisnis ini. Hingga pada akhirnya, saya menyatakan bahwa saya tidak cocok dengan bisnis ini. Bukan karena bisnis tidak jalan dan lalu kemudian kapok. Tapi karena saya merasa [ini saya saja ya...] bahwa yang menjadi tujuan dan yang ditonjolkan bisnis ini adalah hanyalah gemerlap dunia semata. Nilai spiritualitas keagamaan yang ada terasa semu. Hanya sebagai bumbu penyedap saja. Hal ini yang menjadikan saya betul-betul tidak pernah mendekatinya lagi.

Tapi tentu ada yang bisa di ambil hikmahnya dari bisnis ini, yang bisa diterapkan untuk kemajuan bisnis kita.

NETWORKING

Senjata MLM adalah Jaringan. Tanpa Jaringan bisnis ini mati. Tentu saja bukan Jaringan yang setiap titik jaringannya kosong. Namun harus berisi. Menghasilkan omzet dan profit.

PERSONAL RELATIONSHIP

Hubungan personal antara UPline dan Downline menjadi salah satu kunci keberhasilan bisnis MLM. Ketika downline down, upline lah konsultan; pengarah; pemicu semangat dan guru terbaik. Setiap masalah apapun juga[tidak hanya bisnis semata] bisa di rembugan; dicari solusinya bersama upline.

PROGRAM DAN PELATIHAN


Secara berkala; setiap minggu; bulan; caturwulan; semester;tahunan ada program-program dan pelatihan-pelatihan. Diberikan pelatihan product knowledge, cara memasarkan dan spiritual history, kisah-kisah perjuangan meraih keberhasilan.







Lanjutkan......

4.4.08

Memilih

Saya memilih untuk berbisnis sendiri karena ingin agar pendapatan saya lebih baik. Saya memilih masih bekerja, tidak langsung full bisnis, karena bisnis sendiri belum begitu besar, masih bisa ditangani oleh istri saya.

Lalu bagaimana cara membesarkan bisnis?

Salah satu pilihannya adalah melalui :

Reason
Belief
Dream
Strategi
Action
Pray

Dan anda pun berhak memilih cara ini atau tidak.

Berikut copy paste dari guru Fauzy Rahmanto tentang memilih :




Memilih


"Our lives are a sum total of the choices we have made." -- Dr. Wayne Dyer


Alangkah beruntungnya manusia. Tuhan memberi kesempatan untuk menjalani setiap detik dalam hidup kita dengan pilihan. Dari bangun tidur, sampai kita tidur lagi, kita dapat memilih. Begitu bangun di pagi hari, Anda dapat memilih untuk langsung bangun dan beraktifitas, atau memilih untuk bermalas-malasan di tempat tidur. Di pagi hari, Anda dapat memilih untuk menyapa anak, istri dan keluarga di rumah dengan semangat dan senyuman, atau cemberut dan mengomel bahwa Anda kesiangan. Sambil sarapan, Anda dapat memilih untuk berbicara dengan anak Anda tentang sekolahnya, membaca berita buruk di koran, atau nonton gossip artis di TV. Di kantor, Anda dapat memilih untuk memulai menyelesaikan pekerjaan Anda, atau sekedar chatting dengan teman-teman Anda di kantor lain. Dan seterusnya. Pendek kata: Anda memiliki pilihan.


Dahsyatnya kekuatan pilihan, dapat Anda lihat dari kehidupan orang-orang sukses. Dunia teori fisika tidak akan diperkaya dengan "radiasi Hawking" seandainya Stephen Hawking memilih untuk menyerah ketika mendapati dirinya lumpuh akibat amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Entah bagaimana wajah industri software komputer saat ini, kalau saja Bill Gates memilih untuk melanjutkan kuliah dan membuang mimpinya merintis perusahaan perangkat lunak bersama Paul Allen. Mungkin tim balap Formula 1 dan produsen mobil sport terkemuka Ferrari tidak akan pernah ada, kalau saja Enzo Ferrari memilih untuk cukup puas menjadi karyawan Alfa Romeo.


Lalu apakah dengan demikian kita harus menunggu untuk membuat sebuah keputusan besar sebagaimana Hawking, Gates atau Ferrari? Tidak. Mereka tidak serta merta membuat sebuah keputusan besar. Namun melalui hidupnya dengan pilihan-pilihan kecil yang membentuk keputusan besar mereka dikemudian hari. Bill Gates tidak serta merta memutuskan untuk mendirikan Microsoft. Namun jauh sebelumnya, Gates muda telah memilih untuk mengikuti "ekskul" komputer di SMA nya. Memilih untuk "hang out" dengan Paul Allen dan kawan-kawan untuk mengutak-atik program komputer, memilih untuk berbisnis di usia muda dengan membuatkan program untuk produsen Altair, kemudian IBM PC, dan seterusnya. Pilihan-pilihan kecil yang kemudian membentuk seluruh hidupnya.


Setiap detik adalah pilihan. Dan setiap pilihan, sekecil apapun, menentukan masa depan kita.


Namun, apakah kita sudah benar-benar memahami bagaimana caranya memilih? Sebagai contoh, ketika ada peluang usaha ditawarkan kepada kita, apakah kita memilih untuk serta merta menolak, atau mencoba mempelajarinya dahulu? Di sebuah acara formal, ketika kita melihat ada orang yang dapat memberikan pengaruh positif kepada kita, apakah kita memilih untuk berkenalan, atau malah menunduk malu dan menghindar? Ketika anak kita tidak mengikuti kemauan kita, apakah akan kita hardik dengan amarah, atau coba ajak bicara? Pilihan-pilihan kecil. Namun bisa berdampak besar.


Ya, tapi bagaimana cara memilih? Mengapa kita sering ada dalam situasi yang sepertinya "salah pilih". Apakah ada teknik untuk membantu dalam memilih. Ada. Salah satunya yang menurut saya sangat efektif digunakan di banyak bidang kehidupan adalah teknik H-O-W yang diajarkan oleh David Freemantle dalam buku-nya "How to Choose". Teknik H-O-W ini terdiri dari tiga bagian:


Hesitate (Pertimbangan)

Langkah pertama adalah untuk selalu melakukan pertimbangan sebelum Anda memberikan reaksi. Melakukan pertimbangan berarti tidak memberikan reaksi spontan yang seringkali hanya didorong emosi. Contohnya ketika karyawan Anda ada yang melakukan sebuah kesalahan fatal yang merugikan bisnis Anda, apakah yang akan Anda lakukan: memaki, menampar atau langsung memecat. Itu kalau Anda tidak menggunakan pertimbangan. Pertimbangkanlah. Anda punya pilihan. Diamlah sejenak, untuk masuk ke tahap memilih berikutnya.


Outcomes (Hasil)

Sudahkah Anda memikirkan hasil yang akan Anda peroleh. Dan yang lebih penting lagi, hasil apakah yang Anda inginkan dari pilihan yang akan Anda ambil? Ketika raport anak Anda di sekolah demikian jeleknya, mungkin Anda ingin memarahi Anak Anda habis-habisan hingga ia menangis, terluka hatinya, dan hilang rasa percaya dirinya. Itukah hasil yang Anda inginkan? Atau Anda menginginkan anak yang bahagia, optimis, percaya diri, dan buahnya nanti adalah prestasi yang baik? Pikirkan dulu hasilnya, sehingga Anda dapat masuk ke tahap memilih yang ketiga.


Ways (Cara)

Kalau sudah ketahuan hasilnya, Anda bisa memperluas pemikiran Anda ke cara-cara yang dapat Anda tempuh. Jika hasil yang ingin dicapai adalah karyawan yang tidak melakukan kesalahan, mungkin Anda bisa mulai menulis aturan perusahaan yang lebih tegas, melakukan pelatihan kembali, atau mungkin sistem dan prosedur perlu dibenahi. Jika anak yang sehat lahir batin, bahagia, optimis, bertanggung-jawab dan percaya diri yang ingin Anda peroleh, maka mungkin Anda bisa mulai memberi kepercayaan, tanggung-jawab dan bimbingan untuk anak Anda. Cara ini dapat Anda kembangkan seluas-luasnya, dan dapat Anda jalankan secara parallel.


Saya menggunakan teknik H-O-W ini dalam berbagai hal. Yang sederhana misalnya dalam menggunakan email. Saya sangat sering menerima email dari mitra kerja yang isinya kadang tidak enak dibaca. Sebelum menggunakan teknik H-O-W ini, saya akan bereaksi spontan. Kata-kata pedas saya balas dengan kata yang lebih pedas lagi. Akibatnya pernah saling berbalas email tak berkesudahan terjadi, dan hubungan kami menjadi renggang. Kini saya memilih menggunakan teknik H-O-W: Melakukan pertimbangan, memikirkan hasil yang ingin saya peroleh dari reply email saya, dan memilih cara penyampaiannya. Hasilnya jauh lebih baik.


Ah, tapi hidup adalah pilihan. Menerapkan teknik ini atau tidak, adalah pilihan Anda. Selamat membuat pilihan yang lebih baik. (FR)




Lanjutkan......